Rabu, 20 Juni 2012

Starbucks price in four countries

This time, fun writing. No more serious stuff :p
As coffee addict, who doesn't know Starbucks? The famous coffee chain in the world. 
So what's the special thing about Starbucks that I want to write today is about the price. I've been to three countries and I want to compare prices in Indonesia, Germany and Australia.


In Indonesia, the small/short cup of Caramel Frappuccino cost Rp. 34,000 or A$ 3.6, while in Australia it cost  A$ 5.3! On the other hand, a Tall Caramel Frappuccino in Berlin cost 3.90 Euro or A$ 4.9!
Here is some hint for what size is Starbucks cups has: 
Short - 8oz
Tall - 12oz
Grande - 16oz
Venti - 20oz

What I've bought in Berlin was Caramel Frappuccino in Tall size, as shown in this receipt.
So lets summarise the result on a table.

No.CountrySBUX sizePrice (AUD)
1.IndonesiaShort3.6
2.Australia
Short
5.3
3.GermanyTall4.9
4.Japan
Short
5.2 

The Japanese's Starbucks price was contributed from a friend that previously visited there, she said that the Short caramel Frappuccino cost Y 420 or A$ 5.2.

Well, the not-so-surprising data is that Starbucks coffee price is relatively low in developing country such Indonesia. But in developed countries as shown on table above it is quite surprising that Starbucks price is relative cheaper in Germany than in Australia and Japan!


I think I want to drink a coffee, not iced-coffee, but a hot black coffee from my kitchen :q
Happy sipping folks!

Selasa, 19 Juni 2012

Pilkada dalam Perspektif Marketing II

Tulisan ini merupakan lanjutan dari dari tulisan mengenai pilkada dalam perspektif marketing menggunakan analisis Rossiter (2011). Tulisan bagian pertama dapat dilihat disini. Dibagian kedua ini akan dibahas strategi kedua bagaimana new entrant dapat menggusur dominasi market leader (incumbent) dengan promosi besar-besaran dan strategi promosi yang efektif.

Strategi promosi besar-besaran? Ya! Strategi promosi besar-besaran demi membangun awareness konsumen dapat mengubur sang market leader. Semakin sering produk new entrant dipromosikan besar-besaran melalui berbagai media, cetak, elektronik, digital, visual bahkan lisan dengan dana tak terbatas dapat mendongkrak new entrant memenangi pertarungan. Setelah konsumen terpapar media promosi, maka awarenessnya akan tumbuh. Melalui teknik-teknik periklanan tertentu sehingga konsumen akan tertarik dengan produknya, yaitu visi dan misi dari kandidat.

Semua orang tahu Samsung, produsen elektronik dari Korea Selatan ini giat beriklan diseantero Indonesia diberbagai media mempromosikan TV, handphone, laptop.
Sekedar cerita lama, kakak saya punya monitor PC dan handphone Samsung, bukan Android tapi OS Bada! 
(waktu itu OS Android belum masuk Indonesia).
Hasilnya saat ini? Setidaknya ada salah satu teman, saudara atau tetangga kita yang punya produk Samsung (maaf, agak sulit mencari data valid soal market share Samsung). 
Terlepas dari price positioning, Samsung berhasil membangun awareness dan attraction lebih dibandingkan kompetitor. 

Apakah masih ada manfaat dengan menghamburkan dana besar-besaran memasang spanduk disana-sini, memaku poster/banner dipohon untuk membangun awareness dan attraction pemilih? 

Tidak semua kandidat memiliki dana tak terbatas. Rossiter menawarkan aternatif ketiga yaitu dengan menggunakan sarana promosi lebih efektif.

Kemudian semua orang berbicara mengenai promosi melalui internet, sub klasifikasi social media lalu terbagi lagi menjadi social media platform seperti Facebook, Twitter, Blog dan YouTube. Internet marketing itu murah, personal, tepat sasaran, interaktif dan efektif.

Menurut penulis, efektif disini berarti menentukan target market (segmentation) lalu mengoptimalkan penggunaan media promosi. Alasannya adalah berapa jumlah pengguna internet di Indonesia?  
sepengetahuan penulis berdasarkan data dari BPS tahun 2011, sekitar 11% penduduk Indonesia yang menggunakan internet, dan dari sekian persen tersebut berapa persen yang masuk dalam daftar pemilih?

Dalam daftar pemilih biasanya bisa dibagi dalam klasifikasi umur tertentu, 17-25 tahun, 26-35 tahun dst. Dalam klasifikasi umur ini (segmentation), para tim sukses dapat menganalisa rentang umur dengan jumlah terbesar dan menganalisis preferensi pemilih dalam mengakses informasi, apakah menggunakan internet, koran, majalah, TV, radio atau melalui teman sepergaulan.

Pengalaman saya mengikuti dua kali pemilu presiden, internet masih menjadi barang mahal dan ketika itu kampanye melalui internet masih langka. Saya mencari informasi melalui koran dan TV. Mungkin tidak banyak remaja seumuran saya saat itu yang membaca Kompas sabtu sampai kepala berasap :p

Saat ini, sepak terjang Faisal Basri dan Biem Benyamin sebagai salah satu calon independen menarik untuk diperhatikan, mereka dengan modal (yang saya duga) tidak sebanyak calon yang lain menggunakan social media dan menyasar kaum muda sebagai target market. Dalam beberapa testimoni YouTube, para public figure tanpa dibayar menyatakan dukungannya kepada Faisal-Biem. Ini sangat penting dimana konsumen menjadi prosumer, saat konsumen menjadi ambassador dan advokat dari brand yang mereka dukung! Apalagi prosumernya adalah public figure!

Sebuah senjata dalam senjata yang mematikan dalam marketing!

Mari kita lihat contoh segmentasi berdasarkan range umur Provinsi DKI Jakarta.

No.Range Umur (tahun)
Jumlah Pemilih (jiwa)
1.15-354.152.064
2.36-552.425.600
3.56-75670.517
4.76-9861.860

Total Jumlah Pemilih7.310.041

Data ini penulis olah dari BPS tahun 2010. Setelah melihat tabel ini, maka dahi akan mengernyit, 
mata memicing, 
tangan bertopang dagu, 
gigi terkatup rapat dan 
bibir membulat mengeluarkan suara "ooo..."

Jadi, Faisal-Biem mendekati segmen mana Juli 2012 ini? Segmen terbesar 15-35 tahun dengan share 56,79%! Diasumsikan orang-orang dengan range umur 15-35 tahun adalah orang yang setidaknya paham dengan internet dan memiliki akun social network seperti Facebook atau Twitter.

Oh ya, kenapa data umurnya dimulai dari 15 tahun? karena data ini dibuat tahun 2010, sehingga jika kita hitung tahun 2012 (saat ini), maka mereka yang berumur 15 tahun sudah termasuk sebagai pemilih. 
Apakah strategi ini akan berhasil, mengingat rata-rata hanya 11% penduduk Indonesia yang melek internet?

Apakah teori konsumen-prosumer akan mampu mengantar Faisal-Biem meraih DKI-1?

Apakah justru market leader yang akan menang?

Ataukah dengan budget kampanye raksasa, kandidat lain yang akan menang?
 
Kita saksikan Juli ini! :p

Senin, 18 Juni 2012

The Indonesian Satay Festival 2012


This is the sequel of the Melbourne Street Festival that was held on April 29th in Queen Victoria Market,see the post here. The festival was held in Box Hill Town Hall.

Caused in May its winter in Melbourne, thank God that they hold the event indoor huff....

The venue was crowded by Indonesians that are homesick with traditional food like tempe, risol, ayam betutu, cendol and many more.
 


Maybe because I'm late I saw a few satays around??? It might already sold out. 
Ther are live performance on the stage, the first band consist of Indonesian and Australian sang "Cucak Rowo". The second band, seems they are teenager sang Peterpan and an english-lyric song. 


I take walk around foodstall, I saw masakan padang, jajanan pasar and other foodstall. Actually I want to buy satay padang, but because the queue is very long, I went to other foodstalll to have lunch, a chicken with coconut milk, sambal and cucumber, it cost around  $10. The chicken was nicely cooked, so the meat loose from bones and combined with sambal, tastes great! :q

There are also merchandise sales on another room near the main venue, they sell batik (of course), wall hanging, decorations, books, travel agent service and many more.




Because I have to shop groceries, I went early from the event, out from Box Hill Town hall.


Sabtu, 16 Juni 2012

Pilkada dalam Perspektif Marketing

 Its been a long long time that I havent written any blog in bahasa Indonesia. Well, if you are foreign reader, try to put it in google translate or ask someone to translate it for you :D

Tahun ini akan banyak pilkada datang silih berganti di Republik Indonesia, mulai Pilkada DKI Jakarta bulan Juli ini, Pilkada Kalimantan Barat, Jawa Barat dan Riau tahun 2013 serta klimaksnya Pemilu Legislatif dan Presiden-Calon Presiden di 2014. Pemilihan kepala daerah pada dasarnya adalah salah satu kegiatan marketing, yaitu bagaimana cara calon pemimpin membangkitkan kesadaran (awareness), menarik simpati (attract), membuat para pemilih memilih calon pasangan tertentu (acquire), mempertahankan preferensi/loyalitas (retain) dan meningkatkan loyalitas pemilih (grow) dimasa depan. Istilah-istilah tersebut saya rasa cukup akrab ditelinga para Marketer.


Marketing tidak hanya terbatas menjual barang dan jasa saja, seseorangpun dapat "dijual" melalui metode marketing seperti Barack Obama, Oprah Winfrey ataupun Syahrini yang selalu membuat berita dimedia elektronik. Oke, cukuplah menyebut nama mereka, kembali ke urusan marketing dalam pilkada.


Dalam pilkada terkadang ada situasi dimana petahana (incumbent) atau seseorang yang masih menjabat/berkuasa turut serta dalam pemilihan berikutnya, sementara dalam dunia marketing hal ini dapat dianalogikan menjadi suatu produk atau jasa yang menjadi mayoritas/market leader. Bagaimana caranya new entrant dapat mencuri market share dari market leader?


Eh tapi bukan cuma mencuri, melainkan bagaimana caranya menyingkirkan sang market leader! Karena dalam pilkada tidak ada gunanya menjadi market nicher atau follower bila dibandingkan dengan marketing barang dan jasa.


Dan sekarang saatnya dimulai sesi ilmiah 
Rossiter (2011) menyatakan bahwa trik agar new entrant dapat merebut market share dari new entrant yang masuk lebih awal ada tiga: (1) menghadirkan produk yang superior, atau jika tidak bisa (2) menghabiskan usaha lebih banyak dalam promosi dan (3) menggunakan saran promosi lebih efektif.


Apa definisi superior dalam pilkada?
Latar belakang pendidikan?
Pekerjaan? Jabatan?
Pengalaman memimpin?
Kekayaan?
Definisi superioritas menjadi nisbi, karena semua calon memiliki latar belakang yang berbeda-beda, sama seperti kita membandingkan iPhone 4S dengan telepon genggam dengan harga Rp 300 ribu. Apakah konsumen benar-benar memerlukan iPhone 4S sementara digunakan hanya untuk telepon dan SMS?
Tergantung kepada keperluan konsumen.


Superioritas dapat didefinisikan sebagai tingginya jumlah konsumen produk yang bersangkutan. Semakin tinggi jumlah konsumen diterjemahkan semakin disukai suatu produk dalam kombinasi cost-benefit (semakin rendah cost dan semakin tinggi benefit).
Dalam hal pilkada, jumlah konsumen dapat diasosiasikan menjadi jumlah pendukung. Apakah jumlah pendukung pada saat kampanye sama dengan jumlah pemilih pada hari H nanti? Belum tentu.
Masih ada faktor cost-benefit yang masih ditimbang-timbang para pemilih untuk memilih si X, Y atau Z.



Cost-benefit dalam pilkada bukan hanya waktu yang tersita untuk datang ke TPS, melainkan juga resiko jangka panjang apabila produk yang dipilih tidak dapat memenuhi ekspektasi konsumen ataupun manfaat yang timbul setelah purchasing/pencoblosan/pencontrengan.
Masih ingat lagu Cokelat "Lima Menit Untuk Lima Tahun"? Mungkin judulnya bisa diubah menjadi "Lima Menit Menyesal Lima Tahun".


Pilkada bukanlah produk yang dapat dengan mudah diganti seperti sabun atau makanan, pilkada merupakan produk unik yang dibeli satu atau dua kali namun memiliki efek jangka panjang yang terkadang tidak memiliki dampak apa-apa terhadap konsumennya.
Dalam hal ini, tingkat apatis konsumen menjadi tinggi.

Superioritas menjadi relatif, apabila para calon memiliki kaliber jabatan, pendidikan dan pengalaman yang sangat tinggi, ataupun sama sekali tidak atraktif dimata pemilih. Sehingga para calon harus menghabiskan sumberdaya untuk berpromosi alias kampanye.

Bagaimana kelanjutan analisis Rossiter dalam perspektif pilkada? Tunggu kelanjutan tulisan ini hehe ;)

(kok berasa kayak cerpen ya?)


Senin, 11 Juni 2012

Busy

Its a busy weeks for me, because im having exam.
Huff luckily i've read notes pieces by pieces a week before.
Some said "Repetition is king"
Well, this time i'll going to prove it.
Btw, actually i already have drafts for another blogpost, but still...
Due to the exam, it should be postponed untill this weekend.
Well, happy waiting then.

Sabtu, 02 Juni 2012

Greek Coffee




Greek coffee, I don't know about it until I saw it on the supermarket shelves. I forgot about the price, I think its below $10 for this size (500 grams). 
Price came first for buying preference hehehe...
In spite curiosity also.

So, how to enjoy it? The is instruction on back side of the packing, enjoy not by brewing it with a hot water, but boil it with a Briki (a small pot). Add water, sugar and coffee on a pot and then put it on a stove until its boiling.




The texture of the coffee powder is fine grinded.

This is what a kind of Briki looks like.




Hows bout taste?
The taste is actually shocking! It tastes bold like chocolate as my first impression. If you ever tried Balinese Coffee, both taste quite similar. 





After consumes it many times, I can taste the sour of the bean, but its not as strong as the choco-taste.

For the best sip experience, I recommend you to add less sugar on it. 

Happy sipping! ☕

NB: One thing that I've learned from brewing this coffee is that should be keep in mind if you want to buy a coffee, try to buy it in small amount, although its more expensive. Why? 
Because the more you bought lot amount of coffee, the more you drink it like an ordinary beverages. Sipping coffee is not like that, it is a lifestyle and there's a ritual inside it.