Jumat, 10 Juli 2015

Puasa 1436 Hijriyah

Tak terasa sudah sampai di puasa hari ke 24 di tahun 1436 hijriyah atau tahun 2015. Entah kenapa tahun ini puasa terasa sangat cepat berlalu, ketimbang tahun-tahun sebelumnya.

Satu hal yang jelas terasa berbeda dari tahun-tahun sebelumnya adalah tahun ini Saya tidak membeli kurma sebutir pun :D
Tapi takjil di Bazar Makanan Pasar Benhil hampir setiap hari dibeli.

Sebelum puasa hampir setiap hari kita dibombardir mengenai citra puasa yang hedon, berbuka puasa dengan berbagai macam hidangan, kolak, gorengan hingga cendol durian tersedia dan mungkin semua orang menginginkan tahun ini biasa mengalami puasa yang sederhana, dan sayangnya tidak bisa.

Peer pressure itu selalu ada, entah teman kantor, pasangan, anak atau orang tua sendiri yang menyediakan takjil berlimpah untuk menjamu anak, menantu dan cucu yang sedang berkunjung ke rumah. Meskipun sang tuan rumah dengan sadar ingin berpuasa secara sederhana, namun dengan adanya tamu maupun anggota keluarga yang datang membuat tuan rumah akan secara sadar membeli makanan secara berlebihan, karena tuan rumah berpikiran "ah, beli makanan lebih karena sedang ada tamu....."

Melonjaknya jumlah permintaan juga akan meningkatkan jumlah makanan yang terbuang (food waste). Saya selalu sedih jika membuang makanan. Karena dalam makanan itu tidak hanya ada nilai komersial (uang), namun juga ada ide, effort, kreativitas, dan semangat si pemasak yang sayangnya tidak berhasil Saya hargai.

Sabtu, 13 September 2014

Apakah semua perusahaan membutuhkan media sosial?

Apakah semua perusahaan butuh media sosial?

Pertanyaan menarik, mengingat booming media sosial yang terjadi beberapa tahun kebelakang membuat semua orang, mulai dari orang bahkan bayi hingga kucing pun punya akun media sosial. 

Lalu bagaimana dengan perusahaan? Istilah penulis, perusahaan itu adalah Makhluk rasional yang memiliki berbagai karakter/wajah (staf bawahan hingga top manajer punya persepsi tersendiri mengenai perusahaannya mulai dari senang, rasa underdog, jiwa pemimpin dan sebagainya). Perusahaan adalah makhluk rasional karena memiliki sistem, prosedur dan perhitungan khusus/terstruktur dalam membuat keputusan, bahkan untuk corporate action kecil seperti pembelian alat tulis perlu rapat yang panjang.
Apakah makhluk rasional ini perlu media sosial?

Jawabannya adalah tergantung dari segmentasinya. Jika perusahaan tersebut memiliki retail customer (B2C) maka memiliki media sosial menjadi wajib. Customer yang pada dasarnya adalah manusia adalah makhluk yang irasional, dan ekspresif. Customer tidak bisa dikontrol, tapi perusahaan bisa mengintip apa yang dibicarakan atau dikeluhkan oleh konsumennya dan media sosial milik perusahaan bisa melokalisir/menurangi dampak buruk dari permasalahan sebelum meledak lebih lanjut.

Lalu bagaimana dengan perusahaan dengan customer corporate (B2B)? 
Jadi istilahnya makhluk rasional bertemu dengan makhluk rasional, sehingga gaya bahasa maupun metode komunikasi cenderung terstruktur dan menggunakan jalur resmi (surat, email hingga tatap muka). Oleh karena itu penulis menilai bahwa fungsi media sosial tidak terlalu signifikan.

Apakah tukang gorengan perlu media sosial?
Menjual gorengan juga usaha, dan kasus Ini menarik, karena ada rekan dari penulis yang punya usaha goreng pisang dan dia mempunyai Facebook fanpage. Penulis merasa ada batas-batas kabur dimana usaha kecil tidak/perlu memiliki akun media sosial. Dan perlu dibuat batas tegas untuk mengurangi fenomena menjamurnya akun media sosial namun tanpa isi/subtansi.

Penulis menilai bahwa usaha kecil dengan jangkauan wilayah minimal perkotaan atau setingkat daerah tingkat II barulah layak untuk memiliki akun media sosial, mengingat salah satu fungsi media sosial adalah untuk meningkatkan reach/jangkauan.

Jadi setelah membaca tulisan diatas, bagaimana anda menempatkan bisnis/perusahaan anda didepan customer?

Sabtu, 09 Agustus 2014

Polygon Metro 3.0 Longterm Test

Yes, judulnya bahasa inggris tapi isinya bahasa campur aduk indonesia. 
Waktu itu (di)beli(in) sepeda Polygon Metro 3.0 aseli dari dealernya. Kebetulan Metro 3.0 sekarang sudah direpackage (ganti nama) menjadi Urbano. Versi yang sekarang kelir dan stiker nama lebih ceria dan harganya nambah dikit (efek inflasi mungkin). Setelah 3 tahun dipakai dan kayaknya jarak tempuhnya mendekati 1000 km, inilah hasil reviewnya.



1. Karet Handlebar sobek
Handlebar jadi bagian yang selalu dipegang, makanya karet handlebar kadang bisa terpelintir dan sobek. Jaman gue duluuu naik sepeda, gear shifternya model dorong, jadi karet handlebarnya kaku. Mungkin kita bisa berkaca ke handlebar motor, sisi kiri mesti firm, yang kanan harus ikut melintir (grip gas) dan di Metro 3.0 gear shifternya model pelintir (twist). 
Solusinya: handlebar grip kiri bisa di lem, tapi nanti kalo mau ganti handlebar grip bakal merepotkan.



2. Munculnya karat di mudguard roda belakang
Karat yang muncul ini bisa berasal dari berbagai sumber: 
  • Sisa air/kotoran yang menempel dan tidak dikeringkan/bersihkan, 
  • Material berkualitas rendah sehingga mudah berkarat.
Solusi: rajin-rajinlah mencuci sepeda, dan ganti ke mudguard yang anti karat.




3. Speed yang terbatas
Kebanyakan rute yang gue lalui terdiri dari jalan raya yang sepi hingga sangat ramai. Sepinya jalan membuat kendaraan lain (motor, mobil) bisa melaju lebih cepat, dan hal ini membuat sepeda dengan 1x6 speed ini kewalahan. Dengan 6 speed diperkirakan top speednya mencapai 30 km/jam. 
Kenapa seli perlu ngebut? Yah kadang pesepeda butuh akselerasi cepat saat di jalur yang menyatu atau ketika akan menyalip kendaraan yang lain. 
Kalo pas macet sih gue malah merasa aman. *kode.
Solusi: tambah gear ato nabung stamina untuk saat-saat yang diperlukan.

4. Tidak ada shock absorber depan 
Kalo elu pikir naik sepeda itu bakal nyaman dan menyenangkan, salah! 
Apalagi di ibukota, jalan banyak undak-undakan gorong-gorong, lobang bahkan speedbump ato polisi tidur bikin city cycling itu lebih bahaya. Apakagi kalo tambalan aspal dari Dinas Pekerjaan Umumnya jaaaaaauh lebih tinggi dari tutup selokan itu. Hiiiii... 
Makanya gue rasa gue butuh front shock buat melibas semua lobang. Kalo menimbang Metro 3.0 yang ini, hantaman (bukan bantingan) yang keras bisa berdampak ke jari-jari, velg, fork bahkan nyawa pesepedanya.  
Solusi: ganti sepeda, ato ganti front shock aja ato set tekanan ban jadi medium, biar hantaman jalan pun bisa agak teredam.


5. Jok yang berputar
Bahan dasar Polygon Metro 3.0 sepertinya dari aluminium, ringan tapi tidak sekeras besi. Ditambah pula dengan pergerakan pengendara membuat grip kursi kadang berputar/melintir sendiri. Tambah lagi kalo ada kotoran yang nyempil. Semakin sering dipakai makan gripnya dirasa kurang kuat memegang tangkai jok. Sampai saat ini (untungnya) belum kejadian amblesnya jok sepeda.
Solusi: ganti grip kursi ato tangkai dudukan jok, tambahkan penyisip biar ga gerak atau usahakan mode mengendarai pengendara (riding style) ga rusuh.
6. Jok belakang yang (nyaris) tak berguna
Jok belakang dengan ketinggian kira-kira 50 cm dari bawah, kira-kira apa fungsinya? 
Membonceng orang? tidak. 
Membonceng anak-anak? bisa, asal ada child seatnya. 
Menaruh barang? Bisa, asal ada karet pengikatnya. Karet inilah yang jadi nilai jual jok belakang Polygon Urbano, adik dari Polygon Metro.

Yah, itulah kritik gue terhadap sepeda Polygon Metro 3.0. 
Kalo soal keuntungan Metro 3.0, gue suka karena desainnya kompak, dimensi kecil, wheel base pendek cocok buat nyelip-nyelip di jalan sempit dan macet.

Senin, 07 Oktober 2013

JERIN Event 2011, John Rabe movie screening



Blogging about Jerin (personal opinion)

Jerin Festival 2011 (John Rabe).


Pertama tau acara ini gara-gara diajak ma temen yang kerja di Ekonid “eh ada acara nonton film jerman gratis nih di XXI Epicentrum Walk, mau ikut ga?”
“Gratis?”
“Gratis... Palingan cuma perlu konfirmasi aja berapa orang yang ikutan.”
Acaranya namanya apa gitu, waktu itu lupa sih hehe, isinya ya nonton bareng film jerman di XXI Epicentrum Walk.
Karena gue dulu alumni training InWEnt, organisasi jerman di bidang pelatihan non formal dan lulusnya masih baru (2 tahunan) maka sense of Deutschland bleibt noch im Herz.

Nyampe disana, kira-kira setengah jam sebelum acara masih sepi, baru segelintir orang yang dateng. Beberapa jam sebelum pintu dibuka, ramailah suasana. Pada awalnya seat penonton diatur sesuai dengan nomor yang tertera pada tiket, namun setelah masuk dan penonton terus masuk maka sistem penomeran tempat duduk jadi tidak berlaku. Kalo ga salah ada penonton yang duduk di tangga lorong deh.
Antusiasme penonton cukup tinggi, maka filmnya dimulai.

John Rabe adalah film dokumenter yang berasal dari kisah nyata John Heinrich Detlev Rabe, seorang manager pabrik Siemens di Nanjing  pada era Perang Dunia II, pada saat itu Jerman adalah sekutu dari Jepang, maka pabrik Siemens itu “tergolong“ aman dari serangan tentara Jepang. Namun tentara Jepang kian curiga akan eksistensi pabrik tersebut karena diduga menyembunyikan pasukan tentara China.Filmnya seru, dengan adegan perang yang cukup realistis dan lebih cocok untuk ditonton oleh penonton dewasa.
Konflik fisik dan emosi John Rabe terhadap keagresifan tentara Jepang membuatnya harus berputar otak, apalagi sebenarnya John Rabe tidak mendukung Hitler, memelesetkan "Heil Hitler" menjadi "Heil Hinter" (bokong).

Setelah pemutaran film, ada wawancara singkat sutradara film Florian Gallenberger Yang dipandu oleh teh Nia Dinata. Menurut Florian flm tersebut beberapa adegannya tidak sesuai dengan realita pada saat itu dan menarik juga untuk disimak bahwa saat film tersebut dibuat, banyak warga senior kota Nanking yang masih mengingat jasa John Rabe dalam melindungi rakyat kota Nanking dari serangan tentara Jepang.
Beberapa adegan tidaklah senyata aslinya, dramatisasi diperlukan, eksploitasi kekejaman tentara Jepang pada beberapa adegan tidaklah sekejam di dunia nyata.
 
Sayangnya di JERIN event 2011 ini gue ga sempet nonton film-film lain (kalo ga salah ada 4-5 festival nonton film berbahasa jerman gratis).
Well done JERIN and other participating agency to hold such event.



Rabu, 02 Oktober 2013

What i thought about free trade agreement

ASEAN FTA and other agreement schemes.

What a coincidence i wrote about this topic, its complicated, boring and its a conceptual agreement that occured in the cloud (my words for high government policies, offices, bureaucrats etc.), its not down to earth and tangible as i usually wrote about.

ASEAN free trade agreement and other agreement is an agreement was composed in order to ease goods transfer from one country to other, will less barrier. Whats the point of it? 

As ASEAN countries progress their development, bureaucracy and economy, ASEAN free trade only become misery to countries that left behind its bureaucracy.
With ASEAN FTA, it become more cheaper to deliver cars from Thailand to Surabaya than before. 

Only a few companies eager to build businesses in least progressive countries like Indonesia and Cambodia than put its feet/representative/plant/ headquarter in Malaysia, Singapore or Thailand. There are more conducive, more investment friendly, most attractive, most sexy, politically stable etc.
So Indonesia as the most populated ASEAN country only become the market, but the plant is in other country. The analogy to EU, Indonesia has its population size like Germany (the motor of EU), but Singapore has its GDP size. 

As Indonesia is craving for foreign investment, other neighbour are sexier in terms of infrastructure, bureaucracy, labour dispute and security. So? 

By invite businesses build plants in Indonesia, it will also increase Indonesias economic value. "Hey, our economy is good cos Toyota has plant here bla3x..."

Common people/ general
public wont feel the misery, common people will enjoy "more affordable" cars (if the price is decreasing, but i have doubt on it), more affordable and good quality imported products etc.

Those misery are felt by economic experts, businessmen and the government in the election. Opposition or pressure group will emphasize this "failure" to build own economy to gain vote.

Solution? Either fixed the license process in regional level, rebuild the infrastructure or enjoy the misery deeper.

2014 will be the judgement year for ruling party, due to trade deficit /misery that runs deeper.


Senin, 23 September 2013

Tips membeli powerbank

Selain beli hape pintar atau tablet, suplai setrum itu signifikan alias penting banget. Apalagi banyak airport, stasiun, mal, atau kendaraan umum seperti kereta atau bis yang tidak ramah dengan peralatan elektronik, numpang ngecharge sulit, maka berbondong-bondong orang-orang beli powerbank. 

Powerbank ada bermacam merk, mainstream ataupun mandarin (chinese) maksudnya. Yang mainstream (merk besar seperti samsung) muahal, untuk kapasitas 6000mah harganya nyaris mencapai sejuta! 

Untuk pengguna hape pintar yang pas-pasan budgetnya maka beli powerbank merk china. 
Hippo n vivan itu yg terkenal gencar beriklan, kalo gue waktu itu beli hippo powerbank 5800mah. 
Hippo powerbank:
Plus: ini yang sulit, soalnya hampir semua powerbank mirip. 

Negatif: kalo udah lama dipake, kabel ori suka ga konek ma hape. Yang lebih parah, kadang charging ga detect ma iphone. #tepokjidat.



Tips membeli powerbank:
1. Pastikan beli powerbank yang ukurannya setidaknya sama atau lebih kecil daripada hapenya. Malu euy pake powerbank segede aki tapi hapenya seimut tangan bayi :p

2. Makin gede kapasitas menampung setrum maka makin mahal harganya dan makin besar pula ukurannya.

3. Periksa kelengkapan adaptor n kompatibilitas antar adaptor-kabel-gadget. Beberapa gadget (terutama apel krowak) kadang suka ga detect dgn powerbank!

4. Makin besar kapasitas mah (mili amperehour) maka makin besar daya tampung setrumnya, dan juga makin mahal harganya.

5. Cek kompatibilitas dengan gadget yang mau dicharge. kalo ga detect ngapain dibeli?

Pengalaman pake hippo powerbank 5800mah yang diklaim bisa untuk charging iphone 4x itu tidak terbukti, akhir2 ini malah hanya bisa mencharge 2,5-3x saja. 
Mungkin ada kesalahan dlm charging powerbank, dunno bout that. Makin lama kayaknya kemampuan nyimpen setrumnya makin sedikit deh :(

Kamis, 22 Agustus 2013

Perang mobil sejuta umat

Karena struktur keluarga Indonesia masih cukup besar, maka mobil dengan kapasitas penumpang banyak masih diminati.

Mobil sejuta umat, mobil MPV low class dengan penjualan terbanyak di indonesia, kakak-adik Avanza Xenia, Suzuki Ertiga n Nissan Evalia.

TV, kotak yang mentransmisikan gambar bergerak ini masih jadi primadona iklan di indonesia, makanya kita lihat iklan mereka satu persatu.

Eh ini kan mbahas iklan, bukan soal ekonomi bla3x, so lets go.

Appeal: semua iklan sama, mencoba menampilkan nyamannya berkendara dijalanan yang kosong, menampilkan keceriaan dan anggota keluarga naik mobil bersama-sama, menyampaikan pesan bahwa mobil ini muat sekian orang dengan lega.

Decision making: beli mobil itu berat, mengingat harganya yang mahal dan kira2 97% orang indonesia beli mobil dengan cara diangsur (data anonim). Makanya research mendalam sering dilakukan konsumen, membandingkan harga, fitur, konsumsi bensin, jaringan purnajual hingga diskon ricecooker/kompor gas/kaca film yang ditawarkan oleh sales. 

Persepsi:
Lapang alias lega juga menjadi nilai jual untuk menjual mobil keluarga, semua iklan mobil memiliki interior warna terang, dan warna terang mempersepsikan mobil tersebut lapang. 

Dengan menampilkan model melakukan aktivitas tertentu dalam iklan, seperti pada iklan Avanza, model memperagakan mengambil boneka paus dari dalam mobil.
Video iklan avanza 2013


Yang jadi pertanyaan, apakah boneka paus ini memang muat kedalam mobil tanpa melipat jok baris A? 
Sang model berkata "muat kok", tapi geraknya malah mengeluarkan boneka paus dari dalam mobil, jadi?
Menariknya kalo lihat iklan secara keseluruhan, mobilnya kembali berjalan dengan isi TV plasma didalamnya, bukan boneka paus, so?

Iklan Xenia:
Iklan dengan interior warna terang menampilkan band terkenal (aduh namanya lupa!!) yang anggotanya terdiri dari 4 orang untuk ikut masuk kedalam mobil. 2 orang dewasa masuk baris ketiga Xenia, terlepas dari tinggi badan mereka adegan langsung melompat ke konser mereka menyanyikan lagu "Xeniaaa... Xeniaaaaaa....!"

Iklan Suzuki Ertiga:
Produk baru MPV suzuki berhidung ini katanya laku keras, link disini (artikel mengenai betapa larisnya Suzuki Ertiga), dengan variasi transmisi matik n AC baris ketiga, menariknya Suzuki sampai membuat iklan baru untuk menggadang2kan fitur baru ini, masih menggunakan artis yang sama.

Nissan Evalia:
Kalo pake Livina ngebandinginnya ketinggian, makanya pake Evalia, Video iklan Nissan Evalia.
Mereka ga pake interior warna terang, tapi warna gelap! Dan menyiasatinya dengan model berkaos bola warna terang.

Aaah bahasan ini makin ga karuan karena mixed up sama bahasan spesifikasi mobil...

Kembali soal iklan, semuanya menggadang2kan sebagai mobil keluarga, Xenia n Ertiga menggunakan selebriti untuk memperkuat penyampaian pesan sementara Avanza mencoba mengingatkan penonton bahwa sudah banyak yang pake Avanza, narasi "terkenal serba bisa, tak heran berjuta keluarga INGIN memilikinya", agak ganjil??

Narasinya malah menyatakan bahwa banyak orang yang INGIN punya alias BELUM banyak yang beli.  
Mestinya sih narasinya diganti jadi "berjuta keluarga TELAH memilikinya," tanda bahwa konsumen puas. Puas? Beneran?

Evalia? Masih mencoba mencari pijakan dengan tagline "everyday Evalia." Awal launching masih sering lihat iklannya, tapi makin kesini makin jarang.

Ertiga, ini yang paling ASYIK, mencoba menarik penonton dengan narasi "test drive yuk?"
Kapan lagi bisa mencoba barang yang high-involvement and intensive decision making begini.
Ertiga mencoba mem-bypass proses menyebalkan dalam mengevaluasi fitur mobil idaman.

Video menarik soal Evalia:

Jadi makin bingung beli mobil? 
Ga juga, kadang emotional decision  bypasses those complicated rational one.